BATIK SEBAGAI WARISAN BUDAYA DAN BANGSA
- Senin, 03 Oktober 2022
- Haribatik Batik Pekalongan
- humas smandung
- 0 komentar
Pembangunan identitas nasional Indonesia melalui nation-brand dijelaskan pada tulisan Van Ham yang menyatakan bahwa brand sebuah negara ada karena adanya pengakuan dari negara lain atau dunia internasional terhadap sebuah identitas yang telah ada pada negara tersebut (Van Ham, 2001, 1-14). Masuknya batik dalam daftar warisan budaya dunia oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) pada tahun 2003, memposisikan batik sebagai brand identitas politik bagi Indonesia (Setiawan & Prajna, 2013). Setelah ditetapkannya batik sebagai warisan budaya oleh UNESCO, diikuti dengan Keputusan Presiden pada tanggal 2 Oktober 2009, yaitu penetapan Hari Batik Nasional yang menunjukkan apresiasi dan penghargaan terhadap batik sebagai warisan budaya asli Indonesia. Upaya lain yang tidak kalah penting ditunjukkan oleh peran seniman akademisi dan budayawan batik yang ikut mempromosikan batik sebagai identitas dan brand bangsa Indonesia. Promosi batik dilakukan dengan tujuan untuk melestarikan dan mengembangkan batik agar generasi muda ikut mencintai dan menjaga batik sebagai budaya bangsa. Salah satu upaya nyata para seniman untuk menanamkan nilai kecintaan terhadap batik dengan memasukkan batik sebagai ilmu kejuruan yang dipelajari secara khusus seperti yang ada di sekolah kejuruan, seperti SMIK (Sekolah Menengah Industri Kerajinan). Seiring berkembangnya zaman SMIK ini pun diubah menjadi SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) yang memberikan wadah untuk minat generasi muda dalam menekuni seni batik (Aruman, 2015). Upaya lain yang diupayakan oleh seniman yang sekaligus berprofesi sebagai pengusaha batik adalah melakukan penjualan di area-area pariwisata. Hal ini secara tidak langsung membantu proses branding dan mendorong lapangan pekerjaan di bidang “seni” batik bagi para generasi milineal.
Regenerasi pembatik dan minat generasi muda terhadap batik menjadi salah satu kriteria ditetapkannya kota batik dunia seperti yang ada di Yogyakarta, Surakarta, dan Pekalongan. Masih sedikitnya generasi muda yang minat akan seni batik tradisional bukan berarti tidak adanya generasi dalam seni membatik. Pendidikan batik dan perbaikan upah pengarjin batik yang diperbaiki secara konsisten akan membantu meregenerasi pembatik tradisional. Dalam mewujudkan kondisi ini, secara tidak langsung memperlihatkan diperlukanya kolaborasi antara Pendidikan, pemerintah, dan pelaku seni.
Meskipun angka keberadaan pegiat batik tradisional seperti seniman akademisi dan budayawan batik belum menunjukan signifikasi secara kuantitas, namun upaya terus dilakukan dari berbagai kalangan. Upaya pelestarian budaya “batik” tersebut disambut baik oleh pemerintah Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari usaha pemerintah Indonesia yang sejak tahun 1972 hingga 2009 berhasil membawa batik menjadi bagian dari warisan dunia. Prestasi ini diraih dengan berbagai upaya serta tahapan yang dilalui oleh pemerintah Indonesia, seperti training, identification, implementation dan evaluation. Hasil ini tidak lepas dari dukungan akademisi, budayawan, seniman batik, dan para pengusaha batik.
Artikel Terkait
Best Practice : Peningkatan Minat dan Hasil Belajar Peserta Didik SMA Negeri 1 Kedungwuni melalui Media LMS Moodle pada Pembelajaran Matematika Kelas XI MIPA 1
Kamis, 21 Oktober 2021