You need to enable javaScript to run this app.

Keterbatasan Tak Menghalangiku

  • Kamis, 08 Juni 2023
  • Administrator
  • 0 komentar
Keterbatasan Tak Menghalangiku

“Halo Kak, masih bisa ikut latihan?”, tanya Yora ke salah satu pelatih tari di sanggar dekat sekolahnya itu.

“Masih, Kamu mau ikut?”, tanya pelatih tersebut ke Yora.

“Mau”, jawab Yora semangat.

“Kamu langsung gabung aja sama yang lain!” jawb pelatih tersebut yang langsung diangguki oleh Yora. Yora kemudian langsung bergabung latihan dengan peserta lain.

 

Yora melangkahkan kakinya ke wilayah alat musik. Melihat orang-orang memainkan gamelan membuat rasa penasarannya meningkat. Ia pun memberanikan diri untuk bertanya ke salah satu pemain di sana.

 

“Halo, apa aku boleh coba main?”, tanya Yora ke salah satu pemain disana.

 

“Boleh”, jawab pemain tersebut. Yora mendudukkan diri di depan gamelan bernama Kenong. Pelan-pelan ia menabuh gamelan tersebut. Ia hanya menabuh asal mengikuti feelingnya. Ketika nada mulai beralun, Yora menatap pemain di sebelahnya. Pemain tersebut tersenyum.

 

“Kamu bagus juga, pernah main kah?”, tanya pemain tersebut. Yora menggeleng, ia bahkan tak pernah berani memegang.

“Nama kamu siapa?”, tanya pemain tersebut.

“Yora, kalau kamu?”, tanya balik Yora.

“Jua, mau aku ajarin beberapa lagu?”, tanya Jua yang langsung diangguki oleh Yora. Jua mendekat ke arah Yora lalu mulai mengajarinya beberapa lagu yang ia kuasai.

 

Jua senang karena bisa mengajari Yora yang cukup antusias belajar alat musik. Yora juga senang karena ternyata ia cukup cepat juga dalam mempelajari sesuatu.

 

“Kamu ke sini sendirian?”, tanya Jua tiba-tiba.

“Iya”, jawab Yora seadanya.

“Gak sama orang tua? Biasanya yang dateng ke sini pertama kali sama orang tua?”, tanya Jua heran.

“Enggak, orang tuaku gak suka aku belajar seni, jadi aku ke sini diem-diem”, jawab Yora.

“Loh, kamu gak dicari emang? Ini kan udah sore”, tanya Jua lagi. Kini ia duduk menghadap Yora.

“Aku bilangnya mau les ekonomi”, jawab Yora lalu ikut duduk menghadap Jua.

 

Jovane Yora atau kerap disapa Yora merupakan putri tunggal dari seorang pengusaha. Yora hanya memiliki seorang ayah. Ayah Yora ingin Yora melanjutkan bisnisnya, jadi ia terus memfokuskan Yora terhadap akademik dan melarang Yora mempelajari hal di luar itu. Termasuk seni, menurutnya hal itu hanya akan menganggu konsentrasi Yora terhadap akademik. Ia tak mau jika nilai Yora terpengaruh. Padahal, sekalipun Yora mempelajari seni, nilainya tak akan terpengaruh, karena ia memang pintar dan selalu belajar dengan sungguh-sungguh.

 

Sejak kecil Yora selalu ingin mempelajari seni. Ia bahkan sering sekali merengek kepada ayahnya agar dibolehkan bermain alat musik. Tetapi ayahnya ini selalu tak bergeming dalam melarangnya. Jadi, ia tak pernah sekalipun belajar seni. Ketika tahu bahwa di dekat sekolahnya terdapat sanggar seni, Yora langsung terfikir untuk mendatanginya dan belajar. Namun, karena tahu ayahnya takkan mengizinkannya, jadi ia memutuskan untuk berbohong. Yora mengatakan bahwa ia akan mengikuti les ekonomi.

 

 

Hari demi hari berlalu, Yora masih saja berbohong kepada ayahnya dan menghadiri sanggar seni. Sebenarnya ia sangat takut ketahuan oleh ayahnya. Bisa-bisa ayahnya mendiamkannya berhari-hari. Tetapi ia tak ingin berhenti belajar gamelan. Jadi ia tetap berbohong. Untung saja ayahnya tak curiga karena ia memang selalu berangkat dan pulang sekolah menggunakan transportasi umum.

 

Yora berjalan di koridor menuju kelasnya dengan senyuman yang mengembang. Ia baru saja mendengar kabar bahwa di sekolahnya akan diadakan kembali festival seni yang sebenarnya dahulu memang ada setiap tahun. Namun, karena beberapa alasan, 2 tahun kemarin festival itu ditiadakan. Akhirnya tahun ini festival itu diadakan kembali. Yora tentu saja sangat senang, sudah lama ia menunggu festival itu. Bahkan, salah satu alasan ia masuk ke sekolahnya yakni karena terdapat festival seni tahunan. Ia memang sangat menyukai seni. Untung saja ayahnya memperbolehkannya masuk ke sekolah ini.

“Halo Nai, halo Rara…. Halo semuanya…. Ahahaha”, Yora berjalan dengan menyapa semua orang yang ia temui di koridor. Baik yang ia kenal maupun tidak. Sesekali samar-samar ia mendengar seseorang mengatainya “Gila”. Tetapi ia tak peduli, suasana hatinya sedang sangat baik.

 

Yora memasuki kelasnya sebentar lalu segera keluar. Ia baru saja ingat bahwa orang yang ingin ia temui tidak ada di kelasnya melainkan di kelas sebelah. Ia segera menuju kelas sebelah lalu masuk.

 

“Juaaa…..”, panggil Yora lalu langsung menghampiri Jua yang kini sedang berdiri di depan kelas.

 

Ternyata Jua bersekolah di sekolah yang sama dengan Yora, bahkan kelasnya bersebelahan. Tetapi mereka baru berkenalan ketika bertemu di sanggar. Dunia sangat sempit ya. Keduanya menjadi dekat akhir-akhir ini karena sering bersama di sanggar.

 

“Yeay kita bisa tampil….”, teriak Yora sambil mengguncang-guncangkan tubuh Jua di hadapannya. Jua yang sama senangnya juga ikut menguncang-guncangkan tubuh Yora di hadapannya.

“Wow Yora, bakal banyak penonton yah, ada murid 3 angkatan, guru-guru…”, ucap Jua sambil menghitung jari membayangkan betapa banyaknya penonton festival yang akan datang.

“Orang tua kita nonton ya, oh iya, kamu gak papa?”, tanya Jua yang tiba-tiba saja membuat Yora terlihat murung. Yora dengan segera berjalan menjauh.

“Yora…”, panggil Jua yang tak mendapat respon apapun dari sang pemilik nama.

 

Yora berjalan menuju kelasnya. Ia menunduk, sedih mengingat ia tak akan bisa tampil karena ayahnya akan menonton. Ia takut ayahnya marah. Yora duduk di bangkunya, membuka buku lalu melihatnya sekilas. Setelah itu ia memutuskan untuk menelungkupkan kepalanya di meja dengan tangan lalu tidur.

 

 

Yora melangkahkan kakinya lunglai. Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak tadi. Jika biasanya ia langsung dengan semangat menuju sanggar, hari ini tidak. Ia tiba-tiba aja merasa bersalah karena telah berbohong kepada ayahnya. Ia menjadi ingin berhenti menghadiri sanggar. Tetapi tentu saja, ia tetap ingin tampil di festival. Jadi, ia memutuskan untuk tidak berlatih seni lagi jika ia sudah tampil di festival.

 

 

Yora memasuki rumahnya dan langsung disuguhi dengan pemandangan ayahnya yang kini tengah bersantai sambil bermain handphone di tangannya. Suasana hati ayahnya terlihat sangat baik. Mengetahui itu, Yora menjadi ingin mencoba bertanya tentang festival.

 

Yora mendudukkan diri di samping ayahnya. Berusaha mengambil perhatian sang ayah.

 

“Ayah, Yora mau tampil di festival boleh?”, tanya Yora langsung ke intinya.

“Mau tampil apa emang?”, ayah Yora kini benar-benar menaruh perhatian ke Yora.

“Main alat musik”, jawab Yora yakin.

“Kaya kamu bisa aja, jangan ah”, jawab ayah Yora.

“Bisa kok, Yora kemarin-kemarin abis latihan main alat musik”, ucap Yora tanpa menyadari sesuatu dari perkataannya itu.

“Loh, kapan kamu main alat musik? Bukannya kamu kemarin-kemarin les ekonomi? Kamu bohong?”, ayah Yora segera berdiri lalu menatap putrinya itu meminta penjelasan.

“Kamu gak mau jawab? Bukannya ayah udah sering bilang, jangan belajar seni, ayah gak suka, nanti kamu gak fokus akademik. Sekarang malah kamu bohong gara-gara musik!”, nada ayah Yora mulai meninggi. Yora tentu sangat takut, tetapi ia tetap ingin tampil di festival.

“Yora mau tampil di festival Yah….”, pinta Yora sambil menatap ayahnya.

“Gak akan”, setelah mengatakan itu, ayah Yora segera berbalik meninggalkan Yora sendirian di ruang tamu.

 

Yora duduk diam. Ia sedih tetapi ia tetap ingin tampil.

 

“Biarin aja, aku akan tetep tampil”, ucap Yora pada dirinya sendiri.

 

 

Yora melangkah masuk ke dalam bus yang biasa ia naiki setiap berangkat ke sekolah. Hari ini adalah hari di mana festival sekolah akan digelar. Tentu saja daripada tamu undangan, siswa berangkat terlebih dahulu. Itulah mengapa ia tidak berangkat bersama ayahnya. Lagipula ayah Yora masih mendiamkan Yora sejak saat itu. Yora memutuskan untuk tetap tampil di pensi hari ini. Ia tahu bahwa ayahnya pasti akan semakin marah jika melihatnya tampil tanpa izinnya. Tetapi Yora tetap akan tampil.

 

Yora mendudukkan diri di samping jendela lalu menyumpal kedua telinganya menggunakan penyuara telinga. Ia memutar lagu yang akan ia mainkan nanti. Yora terus tersenyum melihat ke arah jendela sampil suatu ketika ia melihat sebuah mobil melaju kencang ke arah bus yang dinaikinya. Dengan panik ia langsung berlari keluar sambil terus berteriak. Sampai akhirnya mobil tersebut benar-benar menghantam bus hingga terguling dan membuat para penumpang di dalamnya terbanting ke sana kemari.

 

Beruntung, tepat sebelum itu Yora berhasil meloncat keluar dari bus melalui jendela. Tetapi, karena posisi bus yang masih berjalan, membuatnya jatuh terguling dengan posisi kepala yang mendarat terlebih dahulu menghantam trotoar. Para warga sekitar yang menyaksikan kejadian tersebut dengan segera memanggil ambulans. Mereka tak berani mendekat karena takut memperparah kondisi korban. Mereka hanya membatu mengalihkan lalu lintas seelum pihak kepolisian datang.

 

Tak lama setelahnya, ambulans pun datang dan segera membawa para korban menuju rumah sakit terdekat.

 

 

#1 bulan kemudian…

 

Di tengah guyuran air hujan, seorang gadis berjalan, ia tak memakai jas hujan ataupun payung, jadi ia basah kuyup. Ia terus berjalan tak peduli dengan keadaannya sekarang, pikirannya penuh.

 

“Ah harusnya aku gak bohong, kayaknya ini karma”, Yora tertawa pilu mengingat bahwa kini ia bahkan tak bisa mendengar suaranya sendiri. Ia terus terkekeh menyadari bahwa saat ini pun ia masih tetap ingin tampil memainkan alat musik. Padahal pendengarannya telah sepenuhnya hilang.

 

Iya, kecelakaan itu telah mengambil kedua pendengarannya. Sarafnya terkena benturan keras dan membuatnya kehilangan pendengaran secara permanen. Kondisi mentalnya belum sepenuhnya sembuh. Bahkan sampai saat ini, ia masih mendapatkan perawatan medis karena luka di tubuhnya juga belum sepenuhnya sembuh.

 

Tetapi hari ini, ia malah berjalan di tengah hujan dan membuat lukanya kembali basah. Perih? Tentu saja, tetapi Yora tak merasakannya. Ia menikmati ini, karena rasa sakitnya bisa mengalihkan rasa sakit menyadari kenyataan bahwa kini ia tak bisa mendengar.

 

Yora terus berjalan tanpa menegakkan kepalanya, ia terus menunduk. Sampai ia menabrak seseorang di hadapannya. Yora mendongak untuk melihat seseorang itu.

 

“Halo Ayah”, panggil Yora, ia juga melambai-lambaikan tangannya.

 

“Yah, Yora minta maaf karena selalu bandel sama Ayah, Yora jadi gini karena salah Yora, jadi ngerepotin Ayah, tapi Yora masih tetep pengen main musik Yah”

 

Ayah Yora hanya diam. Ia kasihan kepada putrinya karena kini ia bahkan tak bisa melakukan apa yang ia mau. Dulu saat masih bisa, ia malah selalu melarangnya. Kini ia memutuskan untuk tak melarang Yora lagi dan membiarkannya melakukan apa yang ia inginkan.

 

 

Sudah beberapa hari berlalu sejak Yora pertama kali pulang dari rumah sakit. Sebenarnya ia masih belum bisa menerima kenyataan bahwa kini pendengarannya hilang. Tetapi ia tak ingin terus terpuruk, jadi ia memutuskan untuk datang ke sanggar seni. Sudah beberapa hari ia menghadiri sanggar tersebut. Di sana ia hanya duduk diam di depan gamelan. Tak melakukan apapun.

 

Yora terus menatap kenong di depannya sambil berusaha mengingat nada-nada dari setiap notnya. Ia yakin akan mengingatnya karena ia mempelajari kenong dengan sungguh-sungguh dulu. Ia harus mengingat nadanya agar bisa memainkannya.

 

“Aku pasti inget”, ucap Yora setiap kali ia hendak menyerah.

 

Setelah berberapa waktu lama menunggu, Yora tiba-tiba saja teringat nadanya. Bahkan alunannya sangat jelas. Ia terkaget langsung menepuk-nepuk dirinya sendiri bangga. Ia lalu mencoba bermain dan membuat para pemain lain di sana ikut kaget. Mereka kagum dengan tekad Yora, Yora berhasil mengingat kembali nadanya. Ia bahkan memainkan musik yang indah.

 

Yora tersenyum ke arah pemain lain. Ia sangat senang melihat tatapan bangga para pemain di hadapannya. Ia berhasil.

 

Setelah itu Yora memutuskan untuk belajar tari. Ia tak peduli meski tak bisa mendengar alunan musiknya. Ia hanya perlu membayangkan nadanya, menghitung ketukan lalu menari sesuai dengan ketukannya. Ia senang ketika menari, karena ia merasa percaya diri.

 

Semua orang terkagum dengan tekad Yora.

 

 

Waktu lama berlalu, Kini Yora telah menjadi penari professional. Bahkan kini ia bisa membuat gerakan tari sendiri dari iringan musik yang ia buat sendiri juga. Beberapa lagu buatannya bahkan kini sedang cukup terkenal. Ia tak menyanyi dan hanya membuat musik.

 

Ayah Yora tentu saja bangga dengan pencapaian putrinya itu. Meski mengalami kecelakaan, harapannya tak sirna. Ia masih terus bermimpi. Bahkan kini menjadi orang yang sukses. Tak hanya di bidang seni, tetapi juga bisnis.

 

Ya, Yora tetap melanjutkan bisnis ayahnya. Menjadi penari dan musisi hanyalah sampingan baginya. Pekerjaan utamanya adalah pebisnis. Bisnis ayah Yora mengalami kenaikan pesat setelah Yora mengambil alih. Jadi, ayah Yora benar-benar bangga.

Yora membuktikan bahwa kecelakaan tak mebuatnya berhenti bermimpi dan terpuruk. Melainkan membuatnya semaki bertekad untuk menjadi lebih baik. Ia telah menerima semua yang terjadi di hidupnya. Ia ingin orang-orang di luar sana juga menjadi seperi dirinya. Jangan menyerah hanya karena keterbatasan.

 

Itulah akhir dari kisah Yora.

 

Karya : Sitaresmi, X.7_SMAN 1 Kedungwuni

Bagikan artikel ini:

Beri Komentar

.

- -

Assalamu'alaikum wr.wb. Puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan anugerah-Nya sehingga Website...

Berlangganan